DASAR PSIKO-SOSIOLINGUISTIS DALAM PENDEKATAN AURAL ORAL
(AUDIOLINGUAL)
A.
PENDAHULUAN
Pengajaran
bahasa merupakan salah satu bentuk pengajaran yang memiliki cara yang berbeda
dalam metode pengajarannya dibandingkan dengan bidang-bidang yang lain. Bahasa sebagaimana
kita ketahui didapatkan oleh seseorang melalui dua hal, yaitu melalui perolehan
dan melalui pembelajaran. Didapatkan melalui perolehan di sini artinya yakni di
mana seseorang untuk pertama kalinya memperoleh bahasa (masih murni, belum
memiliki bahasa) dalam penjelasan hal ini yang dimaksud yakni bayi atau balita.
Sistem kehidupan inilah yang menyerap semua aspek-aspek tentang bahasa
pertamanya dari orang tua, keluarga dan lingkungan sekitarnya tanpa harus
belajar.
Untuk
memperlancar kegiatan pengajaran bahasa diperlukanlah metode atau suatu rumusan
sistem cara pengajaran karena metode pengajaran merupakan salah satu faktor
yang berperan dalam pengajaran. Peran suatu metode sangatlah besar dalam suatu
pengajaran dan bersangkutan juga dengan siswa yang menjadi objek pengajaran.
dalam
makalah yang kami tulis ini, ruang lingkup kajiannya akan membahas mengenai
pendekatan aural oral, atau yang disebut juga pendekatan audiolingual. Penulis
lebih menekankan pada karakteristik pendekatan aural oral, kelemahan dan
kelebihan dari pendekatan aural oral, dan dasar psiko-sosiolinguistisnya dalam
pendekatan aural oral.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pendekatan
Aural-Oral
Approach (pendekatan) merupakan sekumpulan asumsi keyakinan aksiomatik,
yaitu rencana menyeluruh yang berhubungan erat dengan penyajian materi
pelajaran secara teratur dan tidak saling bertentangan. Pengertian approach disini
sama dengan metode. Sesuai dengan namanya, metode aural-oral bersifat aural,
yakni menimbulkan daya tangkap pelajar terhadap bahasa yang didengarnya dari
ucapan orang lain dan memahami maksudnya. Sifat oral mengandung makna adanya
kegiatan agar pelajar dapat menggunakan bahasa secara lisan dalam pergaulan.[1]
Tujuan
pendekatan aural-oral dapat dicapai dengan baik dengan menggunakan teknik yang
paling efektif, yakni latihan audiolingual atau latihan pola kalimat (pattern
driil), yaitu latihan-latihan memperdengarkan berbagai bentuk pola kalimat
secara sistematis. Metode ini sangat menguntungkan pengajaran bahasa arab
melalui penerapan latihan pola-pola kalimat tersebut karena bahasa arab
mempunyai pola-pola kalimat yang sudah sangat teratur. Latihan pola kalimat
biasanya dipersiapkan terlebih dahulu dalam rekaman yang sudah diatur derajat
kesukarannya. Tingkatan kesulitannya pun diatur sedemikian rupa agar sesuai
dengan tingkat kemampuan pelajar. [2]
Rivers
(1981) menjelaskan cirri-ciri utama pendekatan audiolingual itu dengan
mengemukakan “lima slogan”, yakni:[3]
a.
Bahasa
adalah ujaran, bukan tulisan
b.
Bahasa
adalah seperangkat kebiasaan. Suatu perilaku akan menjadi kebiasaan apabila
diulang berkali-kali. Oleh karena itu, pengajaran bahasa harus dilakukan dengan
teknik pengulangan atau repetesi
c.
Ajarkanlah
bahasa, bukan mengenai bahasa, pelajaran bahasa harus diisi dengan kegiatan
berbahasa bukan kegiatan mempelajari kaidah-kaidah bahasa.
d.
Bahasa
adalah apa yang dikatakan penutur asli
e.
Bahasa
berbeda-beda dan beraneka ragam. Oleh karena itu pemilihan bahan ajar harus
berbasis hasil analisis konstranstif, antara bahasa ibu pelajar dan bahasa
target yang sedang dipelajarinya.
Metode
audiolingual juga didasarkan atas teroi tata bahasa structural (TBS). Dalam
teori ini, struktur tata bahasa dianggap sama dengan pola-pola kalimat. TBs berlawanan
dengan teori bahasa tradisional (TBT) dalam hal berikut: 1) TBT menekankan
kesemestaan tata bahasa sedangkan TBS menekankan fakta bahwa semua bahasa di
dunia ini tidak sama strukturnya. 2) TBT bersifat perskriptif yang berpandangan bahwa bahasa yang baik dan benar adalah yang
dikatakan baik dan benar oleh para ahli tata bahasa. Sedangkan TBS bersifat
deskriptif yang berpandangan bahwa bahasa yang baik dan benar adalah yang
digunakan oleh penutur asli dan bukan apa yang dikatakan oleh ahlii bahasa. 3)
TBT mengkaji bahasa dari ragam formal (ragam sastra dan sejenisnya), sedangkan
TBS mengkaji bahasa dari ragam informal yang digunakan oleh penutur asli dalam
interaksi sehari-hari.[4]
Karakteristik
pendekatan audiolingual antara lain sebagai berikut:
a.
Tujuan
pengajarannya adalah penguasaan empat ketrampilan berbahasa secara seimbang.
b.
Urutan
penyajiannya adalah menyimak dan berbicara baru kemudian membaca dan menulis.
c.
Model
kalimat bahasa asing diberikan dalam bentuk percakapan untuk dihafalkan.
d.
Penguasaan
pola-pola kalimat dilakukan dengan latihan-latihan pola (pattern-practice).
Latihan mengikuti urutan: stimulus > response > reinforcement.
e.
Kosakata
dibatasi secara ketat dan selalu dihubungkan dengan konteks kalimat atau
ungkapan, bukan sebagai kata-kata lepas yang berdiri sendiri.
f.
Pengajaran
sistem bunyi secara sistematis agar dapat digunakan/dpraktekkan oelh pelajar, dengan
teknik demonstrasi, peniruan, komparasi, kontras, dll.
g.
Pelajaran
menulis merupakan representasi dari pelajaran berbicara, dalam arti pelajaran
menulis terdiri dari pola kalimat dan kosakata yang sudah dipelajari secara
lisan.
h.
Penerjemahan
dihindari. Pemakaian bahasa ibu apabila sangat diperlukan untuk penjelasan,
diperbolehkan secara terbatas.
i.
Gramatika
(dalam atri ilmu) tidak diajarkan pada tahap permulaan. Apabila diperlukan
pengajaran gramatika pada tahap tertentu hendaknya diajarkan secara induktif,
dan secara bertahap dari yang mudah ke yang sukar.
j.
Pemilihan
materi ditekankan pada unit dan pola yang menunjukkan adanya perbedaan structural
antara bahasa asing yang diajarkan dan bahasa ibu pelajar. Demikian juga
bentuk-bentuk kesalahan siswa yang sifatnya umum dan frekuensinya tinggi. Untuk
itu diperlukan analisis konstranstif dan analisis kesalahan.
k.
Kemungkinan-kemungkinan
terjadinya kesalahan siswa dalam memberikan response harus sungguh-sungguh
diperhatikan.
Selain
karakteristik diatas, terdapat pula
kelebihan dan kelemahan motode aural oral ini. Kekuatan dan kelemahan itu
antara lain sebagai berikut:
Kekuatan:
-
para
pelajar memliki ketrampilan pelafalan yang bagus.
-
Para
pelajar terampil membuat pola-pola kalimat baku yang sudah dilatihkan.
-
Pelajar
dapat melakukan komunikasi lisan dengan baik karena latihan menyimak dan
berbicara yg intensif.
-
Suasana
kelas hidup karena para pelajar tidak tinggal diam harus terus menerus merspon
stimulus guru.
Kelemahan:
-
Pelajar
mampu berkomunikasi dengan lancer hanya apabila kalimat yang digunakan telah
dilatihkan sebelumnya di dalam kelas.
-
Makna
kalimat yang diajarkan biasanya terlepas dari konteks, sehingga pelajar hanya
memahami satu makna, padahal suatu kalimat atau ungkapan bisa mempunyai
beberapa makna tergantung konteksnya.
-
Keaktifan
mereka di kelas adalah keaktifan semu, karena mereka hanya merespon rangsangan
guru.
2.
dasar
psiko-sosiolinguistik dalam pendekatan aural oral.
Apabila
melihat ke latar belakang pada tahun 1939 Universitas Michigan mengembangkan
institute bahasa inggris pertama di amerika serikat, yang menghususkan diri
dalam pelatihan guru-guru bahasa inggris sebagai bahasa asing dan salam
pengajaran bahasa inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing. Bahasa
diajarkan dengan perhatian bersistem, terhadap ucapannya dan dengan
latihan-latihan runtun yang intensif mengenai pola-pola kalimat dasarnya. Selain
di universitas Michigan, di universitas-univeritas yg lain punseperti di
Washington dc. Para pakar linguistik amerika serikat menjadi bertambah aktif,
baik di amerika maupun di luar negeri dalam mengawasi program-program bagi
pengajaran bahasa inggris.
Dalam
berbagai hal, metodologi yang digunakan oleh pakar linguistik dan para ahli
pengajaran bahasa amerika serikat pada periode ini agak bersamaan dengan oral
approach Inggris. Pendekatan yang dikembangkan oleh universitas Michigan dan
universitas lainnya itu menjadi terkenal dengan berbagai nama, oral approach,
aural-oral approach, dan structural approach. Pendekatan ini menganjurkan
pelatihan awal terlebih dahulu, kemudian pelatihan ucapan, diikuti oleh
berbicara, membaca dan menulis. Bahasa diperkenalkan dengan ujaran, dan ujaran
didekati melalui struktur.[5]
Kalaupun ada suatu teori pembelajaran yang mendasari materi-materi aural-oral,
maka hal itu merupakan suatu aplikasi gagasan yang dapat diterima oleh akal
sehat bahwa “practice make perfect” bahwa latihan/prakteklah yang membuatnya
sempurna. Tidak ada acuan eksplisit bagi teori pembelajaran mutahir ini dalam
karya Fries. Justru gabungan dan kerjasama prinsip-prinsip linguistik
pendekatan aural–oral dengan teroi pembelajaran pikologis yang mantap pada
pertengahan tahun 1950-an yang membimbingnya kea rah suatu metode yang muncul
dan dikenal dengan audiolingualisme. Dari sini jelas bahwa pendekatan
aural-oral mempunyai dasar psiko-sosiolinguistis.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Ahmad
Izzam, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung; humaniora 2009
-
Henry
Guntur Tarigan, Metodologi Pengajaran Bahasa 1, Bandung, angkasa 1991
-
Ahmad
Fuad Effendi, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Malang; Misykat 2009
[1]
Ahmad izzam, metodologi pembelajaran bahasa arab, bandung; humaniora 2009 hlm.
84
[2] Ibid,
hlm. 84
[3]
Henry Guntur tarigan, metodologi pengajaran bahasa 1, angkasa, bandung 1991
hlm. 131
[4] Ahmad
fuad effendi, metodologi pengajaran bahasa arab, malang; misykat 2009 hlm. 58
[5]
Henry Guntur tarigan, metodologi…… hlm. 126-127
Tidak ada komentar:
Posting Komentar